Rabu, 07 Desember 2011

unsur intrinsik dan sinopsis novel "Negeri 5 Menara"


Judul              : Negeri 5 Menara
Alur                 : Maju-Mundur (campuran)
Dimana tokoh utama (Alif Fikri) kilas balik dari ingatannya  akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
Penokohan    :
Ø  Alif Fikri (tokoh utama)        : pandai, sosok gennerasi muda yang penuh motivasi, bakat, penuh semangat, dan tidah mudah putus asa.
Ø  Raja                : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Said                : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Dulmajid        : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Atang              : Teman Alif sesama sahibul menara.
Ø  Baso               : merupakan anak yang paling rajin dan paling bersegera disuruh ke mesjid.
Ø  Ustad Salman           : Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh kurus bersuara lantang.
Ø  Amak              : menjunjung tinggi nilai agama, tegas, baik.
Ø  Ayah               : sabar, baik, menjunjung tinggi nilai agama.

Sinopsis         :
Negeri 5 Menara
Karya A.Fuadi
Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Alif dari kecil sudah bercita-cita ingin menjadi B.J Habibie, maka dari itu selepas tamat SMP Alif sudah berencana melanjutkan sekolah Ke SMU negeri di Padang yang akan memuluskan langkahnya untuk kuliah dijurusan yang sesuai. Namun, Amak menginginkan Alif jadi penerus Buya Hamka, membuat mimpi Alif kandas.
Alif diberi pilihan sekolah di sekolah agama atau mondok di pesantren. Sempat marah tapi akhirnya Alif ikhlas karena alif tidak ingin mengecewakan harapan orang tua khususnya ibu, alif pun menjalankan keinginan ibunya dan masuk pondok. Atas saran dari pamannya dikairo alif kecil pun memutuskan untuk melanjutkan sekolah di pondok yang ada di Jawa Timur : PONDOK MADANI. Walaupun awalnya amak berat dengan keputusan Alif yang memilih pondok di Jawa bukan yang ada di dekat rumah mereka dengan pertimbangan Alif belum pernah menginjak tanah diluar ranah minang , namun akhirnya ibunya merestui keinginan Alif itu.
Awalnya Alif setengah hati menjalani pendidikan dipondok karena dia harus merelakan cita-citanya yang ingin kuliah di ITB dan menjadi seperti Habibie. Namun kaliamat bahasa Arab yang didengar Alif dihari pertama di PM (pondok madani )mampu mengubah pandangan alif tentang melanjutkan pendidikan di Pesantren sama baiknya dengan sekolah umum. " mantera" sakti yang diberikan kiai Rais (pimpinan pondok ) man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Dan Alif pun mulai menjalani hari-hari dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.
Di PM Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan si jenius Baso dari Gowa, Sulawesi. Ternyata kehidupan di PM tidak semudah dan sesantai menjalani sekolah biasa. Hari-hari Alif dipenuhi kegiatan hapalan Al-Qur'an, belajar siang-malam, harus belajar berbicara bahasa Arab dan Inggris di 6 Bulan pertama. Karena PM melarang keras murid-muridnya berbahasa Indonesia, PM mewajibkan semua murid berbahasa Arab dan Inggris. Belum lagi peraturan ketat yang diterapkan PM pada murid yang apabila melakukan sedikit saja kesalahan dan tidak taat peraturan yang berakhir pada hukuman yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya. Tahun-tahun pertama Alif dan ke 5 temannya begitu berat karena harus menyesuaikan diri dengan peraturan di PM.
Hal yang paling berat dijalani di PM adalah pada saat ujian, semua murid belajar 24 jam nonstop dan hanya beberapa menit tidur. Mereka benar-benar harus mempersiapkan mental dan fisik yang prima demi menjalani ujian lisan dan tulisan yang biasanya berjalan selama 15 hari. Namun disela rutinitas di PM yang super padat dan ketat. Alif dan ke 5 selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dibawah menara mesjid , sambil menatap awan dan memikirkan cita-cita mereka kedepan.
Ditahun kedua dan seterusnya kehidupan Alif dan rekan-rekannya lebih berwarna dan penuh pengalaman menarik. Di PM semua teman, guru, satpam, bahkan kakak kelas adalah keluarga yang harus saling tolong menolong dan membantu. Semua terasa begitu kompak dan bersahabat, sampai pada suatu hari yang tak terduga, Baso , teman alif yang paling pintar dan paling rajin memutuskan keluar dari PM karena permasalahan ekonomi dan keluarga.
Kepergian Baso, membangkitkan semangat Alif, Atang, Dulmajid, Raja dan Said untuk menamatkan PM dan menjadi orang sukses yang mampu mewujudkan cita-cita mereka menginjakkan kaki di benua Eropa dan Amerika. Kini semua mimpi kami berenamtelah menjadi nyata. Kami berenam telah  berada lima Negara yang berbeda, sesuai dengan lukisan dan imajinasi kita di awan. Aku (Alif) berada di Amerika, Raja di Eropa,  sementara Atang di Afrika, Baso berada di Asia, sedangkan Said dan Dulmajid sangat nasionalis mereka di Negara kesatuan Indonesia tercinta.  Di lima menara impian kami. Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Pendengar.
Man jadda wajadda, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil…

Novel ini benar-benar memberikan inspirasi bagi siapa saja yang ingin sukses dan berhasil, bahwa dimana ada usaha disitu ada jalan. Dan ikhlaslah dalam menjalani apapun yang ada dikehidupan kita, niscaya usaha dan keikhlasan hati akan diridhoi Tuhan Yang Maha Esa.
 Sebuah novel yang terinspirasi dari kisah nyata ini banyak memberikan pelajaran hidup bagi kita. Mulai dari semangat belajar para sahibul menara, kesabarannya, dan pegorbanan mereka demi menimbah ilmu di Pondok Madani. Semoga dari pengalaman mereka dapat memberikan kita motivasi dalam mencari ilmu dan menghadapi kehidupan.

Kisah Kelahiran Hanoman


Alkisah sebuah pertapaan yang berada di Gunung Sukendra. Pertapaan itu dihuni oleh Resi Gaotama dan keluarganya. Resi Gaotama adalah keturunan Bathara Ismaya. Resi Gaotama dianugrahi seorang bidadari kahyangan yang bernama Dewi Windradi. Dari hasil perkawinannya mereka dikaruniai tiga orang anak yaitu, Ratna Anjani, Guwarsa dan Guwarsi.
Sebelum Dewi Windradi menikah dengan Resi Gaotama, ia pernah menjalin hubungan dengan Bathara Surya. Hingga suatu hari Bathara Surya memberikan Cupumanik Astagina karena ia merasa telah memberikan sepenuh kepercayaannya kepada Dewi Windradi untuk memiliki Cupumanik Astagina tersebut. Cupu Manik Astagina adalah benda yang berisikan air yaitu tirta perwitasari atau air kehidupan atau air permata mendong. Dewi Windradi menyimpan Cupu Manik Astagina dengan baik.
Tahun berganti tahun, anak-anak Resi Gaotama dengan Dewi Windradi telah tumbuh menjadi dewasa. Ratna Anjani merupakan anak kesayangan Dewi Windradi. Karena rasa cintanya yang begitu besar pada Ratna Anjani, Dewi Windradi mengabaikan pesan Bhatara Surya, memberikan pusaka kedewataan Cupumanik Astagina kepada Anjani. Padahal ketika memberikan Cupumanik Astagina kepada Dewi Windradi, Bhatara Surya telah berwanti-wanti untuk jangan sekah-kali benda kedewatan itu ditunjukkan apalagi diberikan orang lain, walau itu putranya sendiri. Kalau pesan itu sampai terlanggar, sesuatu kejadian yang tak diharapkan akan terjadi.
Cupumanik Astagina adalah pusaka kadewatan yang menurut ketentuan dewata tidak boleh dillhat atau dimiliki oleh manusia lumrah. Larangan ini disebabkan karena Cupumanik Astagina disamping memiliki khasiat kesaktian yang luar biasa, juga didalamnya mengandung rahasia kehidupan alam nyata dan alam kasuwargan. Dengan membuka Cupumanik Astagina, melalui mangkoknya kita akan dapat melihat dengan nyata dan jelas gambaran swargaloka yang serba polos, suci dan penuh kenikmatan. Sedangkan dari tutupnya akan dapat dilihat dengan jelas seluruh kehidupan semua makluk yang ada di jagad raya. Sedangkan khasiat kesaktian yang dimiliki Cupumanik Astagina ialah dapat memenuhi semua apa yang diminta dan menjadi keinginan pemiliknya.
Dewi Windradi memberikan Cupumanik Astagina kepada Anjani, disertai pesan agar tidak menunjukkan benda tersebut baik kepada ayahnya maupun kepada kedua adiknya. Suatu hari ketika ia akan mencoba kesaktian Cupumanik Astagina, kedua adiknya, Guwarsa dan Guwarsi melihatnya. Terjadilah keributan diantara mereka, saling berebut Cupumanik Astagina. Dengan adanya  keributann tersebut keluarlah ayah mereka (Resi Gaotama) yang merasa terganggu oleh keributan yang terjadi di antara ketiga puteranya. Melihat mereka berebut Cupumanik Astagina, Resi Gaotama langsung marah dengan hebatnya. Sementara Dewi Windradi bersikap diam membisu tidak berani berterus terang dari mana ia mendapatkan benda kadewatan tersebut.
Bersikap diam, sama saja artinya dengan tidak menghormati suaminya. Sikap membisu Dewi Windradi membuat Resi Gaotama marah, dan mengutuknya menjadi patung batu, yang dengan kesaktiannya, dilemparkannya melayang, dan jatuh di taman Argasoka kerajaan Alengka disertai kutuk , bahwa kelak akan memjelma kembali menjadi manusia setelah dihantamkan ke raksasa.
Demi keadilan, Resi Gaotama melemparkan Cupumanik Astagina ke udara. Siapapun yang menemukan benda tersebut, dialah pemiliknya. Karena dorongan nafsu, Ratna Anjani, Guwarsi Guwarsa dan Jembawan segera mengejar benda kadewatan tersebut. Tetapi Cupumanik Astagina seolah-olah mempunyal sayap. Sebentar saja telah melintas dibalik bukit. Cupu tersebut terbelah menjadi dua bagian, jatuh ke tanah dan berubah wujud menjadi telaga. Bagian Cupu jatuh di negara Ayodya menjadi Telaga Nirmala, sedangkan tutupnya jatuh di tengah hutan menjadi telaga Sumala. Guwarsa dan Guwarsi yang mengira cupu jatuh kedalam telaga, langsung saja mendekati telaga dan meloncat masuk kedalamnya. Suatu malapetaka terjadi, Guwarsa dan Guwarsi berubah wujud menjadi seekor manusia kera. Melihat ada seekor kera dihadapannya, Guwarsa menyerang kera itu karena menganggap kera itu menghalang-halangi perjalanannya. Pertarungan tak pelak terjadi diantara mereka. Pertempuran seru dua saudara yang sudah menjadi kera itu berlangsung seimbang. Keduanya saling cakar, saling pukul untuk mengalahkan satu dengan lainnya. Tak lama kemudian mereka menyadari bahwa mereka berubah wujud menjadi seekor kera. Dan merekapun saling berpelukan menangisi kejadian yang menimpa diri mereka.
Adapun Dewi Anjani yang berlari-lari datang menyusul, karena merasa kepanasan, sesampainya di tepi telaga lalu merendamkan kakinya serta membasuh mukanya, dan… wajah, tangan dan kakinya berubah ujud menjadi wajah, tangan dan kaki kera. Setelah masing-masing mengetahui adanya kutukan dahsyat yang menimpa mereka, dengan sedih dan ratap tangis penyesalan, mereka kembali ke pertapaan.Setelah masing-masing mengetahui adanya kutukan dahsyat yang menimpa mereka, dengan sedih dan ratap tangis penyesalan, mereka kembali ke pertapaan.
Resi Gaotama dengan tenang menerima kedatangan ketiga putranya yang telah berubah wujud menjadi kera. Setelah memberi nasehat seperlunya, Resi Gaotama menyuruh ketiga putranya untuk pergi bertapa sebagai cara penebusan dosa. Subali ‘tapangalong’ bergantungan di atas pepohonan seperti kalong (kelelawar besar) layaknya. Sugriwa ‘tapa ngidang’ mengembara dalam hutan seperti kijang. Sedang Anjani ‘tapa ngodhok’ berendam di air seperti katak ulahnya di tepi telaga Madirda. la tidak makan kalau tidak ada dedaunan atau apapun yang dapat dimakan yang melayang jatuh di pangkuannya, dan untuk melepas rasa haus ia membasahi mulutnya dengan air embun.
Beberapa tahun berialu, syahdan Batara Guru pada suatu waktu ketika melewati telaga Madirda dilihatnya Anjani bertapa berbadan kurus kering, timbul rasa belas kasihannya, maka dipetiknya ron jati malewa, dilemparkan lah ke arah telaga dan jatuh di pangkuan Anjani. Anjanipun memakannya, dan iapun menjadi hamil karena memakannya .
Setelah tiba saatnya, bayi yang dikandungnya lahir dalam ujud kera berwarna putih sekujur badannya. Bayi itu kemudian diberi nama Hanoman, mengacu kepada daun pemberian Batara Guru yang menyebabkan kehamilan Anjani. Dengan demikian dikatakan bahwa Hanoman adalah putra Batara Guru dan Dewi Anjani.
.

. Relevansi Karya Sastra Klasik dengan Kehidupan Kekinian


Karya sastra klasik sangat relevan dengan kehidupan kekinian. Banyak kehidupan pada zaman sekarang yang bermula dari cerita-cerita klasik zaman dahulu. Salah satu contoh apabila zaman dahulu seorang putra atau putri raja harus menikah dengan keturunan keluarga bangsawan atau sesama keluarga raja. Yang pada intinya dengan keluarga yang sederajat atau sejajar.
Pada kehidupan kekinian juga banyak kita temukan, bahkan hampir semua keturunan orang yang memiliki  jabatan tinggi harus menikah dengan sesama keluarga yang sederajat. Alhasil ini merupakan budaya atau pengaruh dari zaman klasik kepada zaman sekarang atau kehidupan kekinian.

Contoh-contoh judul sastra klasik


·         Siti Nurbaya (1922)
·         La Hami (1924)
·         Anak dan Kemenakan (1956)
·         Tanah Air (1922)
·         Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
·         Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
·         Ken Arok dan Ken Dedes (1934)


·         Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
·         Cinta yang Membawa Maut (1926)
·         Salah Pilih (1928)
·         Karena Mentua (1932)
·         Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
·         Hulubalang Raja (1934)
·         Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
·         Tak Disangka (1923)
·         Sengsara Membawa Nikmat (1928)
·         Tak Membalas Guna (1932)
·         Memutuskan Pertalian (1932)
·         Darah Muda (1927)
·         Asmara Jaya (1928)
·         Pertemuan (1927)
·         Salah Asuhan (1928)
·         Pertemuan Djodoh (1933)
·         Menebus Dosa (1932)
·         Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)