Senin, 21 November 2011

PENYESALAN

            Hujan mengguyur deras ketika mereka merayakan hari persahabatan mereka. 4 tahun sudah persahabatan mereka lalui. Nadya terus menangis, dia takut kalau seandainya kita tidak bisa pulang dan Shita pun mencoba untuk menenangkannya. Taxi pun datang, mereka segera beranjak pulang. Saat perjalanan pulang Nadya sakit, badannya demam mungkin dia tak terbiasa kena air hujan. Sesampainya di rumah Nadya, Shita langsung mengantarnya masuk ke dalam rumah. Shita tak tega ketika harus pulang, tetapi taxi sudah menunggu lama. Shita pun beranjak pulang, ketika orang tua Nadya sudah datang.
            Keesokan harinya saat Shita datang di sekolah, dia melihat Nadya sedang menyapu di kelas. Shita sangat bahagia melihat sahabatnya sudah sembuh. Dia pun langsung menyapa Nadya .
“Nadya, kamu sudah sembuh? Maav ya semalam aku tidak bisa menjagamu” Nadya pun menghampiri Shita.
“Aduh… gak apa-apa Shita, makasih ya kamu sudah mau anterin aku sampai ke dalam rumah. Mama,papa yang cerita padaku, makasih ya”
“sama-sama Nadya, inikan udah jadi tanggung jawab aku tuk jagain kamu” ujar Shita.
Shita  mencari tempat duduk untuknya.
 “Shita ! Duduk di samping aku, bangku nomor 3 dari depan”.
Shita pun langsung meletakkan tasnya di samping tas Nadya diletakkan. Semakin banyak siswa lain yang berdatangan, tak lama kemudian bel berbunyi. Semua siswa mengikuti pelajaran dengan tenang.
            Di tengah-tengah pelajaran ketika hendak mencatat,  Shita baru menyadari bahwa kotak pensilnya tertinggal. Dia pun meminjam pena kepada Nadya. Dia meminjamkan pena kesayangannya kepada Shita karena tak ada pena yang lain. Bel sekolah berbunyi. Nadya, Shita dan siswa yang lain sibuk mengemas buku-buku mereka ke dalam tas. Ketika Shita mengembalikan pena milik Nadya, Nadya sedang sibuk mengemas buku miliknya. Mereka pulang bersama.
            Sesampainya di rumah, Shita langsung tidur siang karena ia merasa tak enak badan. Sekitar pukul 04.00 sore Nadya menelfon Shita. Dia menanyakan penanya kepada Shita. Aku bilang kepadanya kalau penanya tak ada padaku. Dan sudah aku kembalikan kepadanya sepulang sekolah tadi. Seketika suara Nadya tak seperti biasanya. Kasar, marah-marah yang aku tak tahu sebabnya.
“Ada apa Nadya ? Tolong jelaskan apa yang terjadi. Aku tak tahu maksut kamu marah-marah kepadaku” Shita bingung dengan kelakuan Nadya.
“Gak usah pura-pura deh Shit, kamu tadi kan yang meminjam penaku ? Tapi kenapa kamu bilang tak ada padamu? Kamu tahu kan itu pena kesayanganku!” bentak Nadya.
“Tad….” 1 kata belum sempat terucap, Nadya sudah memutuskan telfonnya.
kemudian dia mengirim SMS pada Shita “Tolong kamu cari penaku sampai ketemu. Pena tersebut tak ada padaku.”
“Aku akan menggantikannya dengan pena yang sama Nadya, maafkan aku” balas Shita.
Seketika itu dia langsung menelfon Shita.
“Aku tak mau kau menggantikannya. Pena tersebut berharga bagiku. Kamu harus menemukan pena tersebut, kalau tidak aku tak akan bicara denganmu” Nadya marah-marah pada Shita

Saat itu juga Shita langsung mencari pena tersebut. Mencari dan terus mencari. Tapi ia tak menemukannya di rumahnya. Hingga akhirnya dia memberanikan diri untuk mencari pena tersebut ke sekolahnya. Sore itu di luar sedang hujan, Shita memberanikan tekatnya untuk mencari pena millik Nadya. Saat itu Shita sedang tak enak badan, tapi niat baiknya tak dapat dipungkiri lagi. Sesampainya di sekolah, dia mencari-cari pena tersebuat dengan bantuan Dira. Lama mereka mencari, akhirnya pena tersebut mereka temukan di meja Laboratorium Bahasa. Setelah itu Dira pulangterlebih dahulu. Tak lama kemudian Shita pun juga pulang.
Keesokan harinya Shita tidak masuk sekolah. Nadya yang sedang bertengkar dengan Shita pun menjadi cemas. Dia takut terjadi sesuatu dengan sahabatnya. Ketika itupun Nadya berniat pergi ke rumah Shita untuk meminta maaf sepulang sekolah nanti. Sesampainya di rumah, saat Nadya baru pulang sekolah telefon rumah berbunyi. Dan saat itu Ibu Nadya yang menerima telefon.
“Nadya, cepat ganti baju. Kita pergi ke rumah Shita” teriak Ibu dari ruang tengah.
Ibu Nadya terlihat tergesa-gesa, sedangkan Nadya ganti baju dengan cepat. Nadya bingung, banyak pertanyaan yang hendak ia tanyakan pada Ibunya mengenai hal ini, tetapi kesibukan Ibunya menjadi halangan bagi Nadya untuk menanyakan. Seketika dia merasa ada sesuatu yang tak mengenakkan fikirannya. Jantungnya berdegub cepat. Banyak fikiran yang aneh-aneh mengganggu jalan fikiran Nadya. Saat di perjalanan dia terus berdoa menenangkan dirinya sendiri dan berusaha meyakinkan dirinya bahwa tak ada sesuatu yang terjadi pada sahabatnya tersebut.
Tak lama akhirnya sampai juga di rumah Shita. Saat di sana, Ibu Nadya langsung berlari ke dalam rumah Shita, Nadya pun mengikuti dari belakang. Rumahnya dipenuhi oleh sanak-saudaranya. Nadya semakin menjadi-jadi, berbagai macam fikiran melayang-layang di benaknya. Saat Ibunya sedang menemui Ibu Shita di depan rumah, Nadya langsung menanyakan di mana sahabatnya itu dan menanyakan ada apa yang terjadi di sini sehingga banyak dikermuni orang. Ibu Shita menjelaskan semua kepada Nadya, nada sedih mengalun pelan, Nadya tak kuasa mendengarkan semua itu. Setelah Ibu Shita selesai memberitahu bahwa Shita jatuh dari tangga sekolah ketika hendak pulang.
“Dia memang tidak sehat tapi ia memaksakan diri untuk ke sekolah, katanya akan mencari pena milikmu dan ingin bertemu denganmu. Tapi keinginannya tak tersampaikan. Sampai dia menghembuskan nafas terakhirnya,kakaknya melihat sampul surat basah terkena hujan yang masih ada di genggaman tangannya” terisak-isak tak kuasa Ibu Shita menceritakan semua pada Nadya.
 Nadya langsung berlari ke dalam rumah Shita. Dia tak dapat menahan bendungan air matanya yang meleleh oleh dahsyatnya penyesalan yang ia rasakan. Dia melihat tubuh sahababtnya sudah tak berdaya. Ia peluk, cium, serta meminta maaf padanya tapi sahabatnya tersebut tak bisa berkata apa-apa. Ingin rasanya mengulangi waktu yang telah berjalan. Tak lama kemudian jenazah sahabatnya dimakamkan. Isak tangis ikut mengantarnya ke pemakaman. Kini Nadya pun tak berdaya, tak pernah menyangka bahwa akan terjadi seperti ini. Semua tinggal penyesalan dan kenangan bersamanya.
Semua telah pergi dari pemakaman tersebut terkecuali sanak saudara Shita, Nadya, dan Ibu Nadya. Mereka berdoa bersama agar Shita tenang di persinggahan terakhirnya. Ketika hendak pulang, kakak Shita memberika sepucuk sampul surat untuk Nadya. Di dalam sampul surat itu terdapat pena kesayangan Nadya, di situ juga terdapat surat yang ditulis oleh Shita.



Nadya,
Aku minta maaf sudah membuat kamu marah karena telah menghilangkan pena kesayanganmu. Selepas kamu memarahi aku, aku pergi ke sekolah saat hujan lebat untuk mencari penamu. Di rumah aku tak menemukannya, aku tak putus asa hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk mencarinya di sekolah. Aku mencari-cari pena tersebut hingga aku mmenemukannya di meja Laboratorium Bahasa. Dengan bantuan Dira aku mencari pena tersebut. Badankku memang tak sehat tapi aku tetap ingin mencarinya di sekolah karena aku akan merasa sangat bersalah apabila tak dapat menemukan pena milikmu. Terima kasih telah menghargai pemberianku dan persahabatan yang telah terjalin 4 tahun ini. Banyak-banyak terima kasih kusampaikan padamu karena telah mengajariku tentang arti persahabatan.
Shita.

            Air mata Nadya membanjiri pipi chubinya. Bendungan air matanya jatuh berlinangan dengan derasnya. Ingin dia memeluk tubuh Shita dan tak akan melepaskannya. Ingin rasanya memohon maaf hingga berlutut di depannya. Tapi Tuhan berkata lain, saat semua sudah terlambat Nadya mmenyadari penyesalannya yang teramat sangat menyedihkan. Dia mmenyadari bahwa persahabatan mereka lebih berharga daripada pena tersebut. Nadya benar-benar menyesal. Kini dia hanya bisa mendoakan Shita, sahabatnya setiap selesai sholat. Dengan cara inilah yang terbaik untuk Shita, dan dengan cara ini pula Nadya bisa membalas jasa-jasa Shita. Semoga Shita tenang di sana dan selalu bahagia.